Bangun Pagi Cuma Buat Lihat Sunrise di Sanur? Worth It Nggak Sih?

Jam 4.30 pagi, ketika sebagian besar orang masih dengan bantal dan selimut, saya dan teman-teman justru sudah siap-siap berangkat. Tujuannya satu: Pantai Matahari Terbit, Sanur. Namanya aja udah bikin penasaran, kan? Matahari terbit yang menandakan tempat ini dirancang semesta buat jadi saksi awal hari yang damai.

Kami berangkat masih dengan mata agak berat, suara jalanan sepi, dan udara yang masih dingin nyaris lembap. Tapi anehnya, ada semacam semangat yang nempel. Mungkin karena ini bukan sekadar jalan-jalan biasa. Ini tentang mengejar momen yang disebut Sunrise.

Sampai di pantai, langit masih gelap dengan semburat ungu dan biru tua. Tapi deretan motor dan mobil kecil di parkiran udah kelihatan. Jadi bukan cuma kami yang rela bangun pagi demi momen ini. Begitu kaki ini menyentuh pasir dingin, ada rasa excited yang nggak bisa dijelasin.

Kami memilih duduk di tepi pantai. Angin pagi mengusap pelan wajah kami, ombak kecil datang dan pergi seperti napas yang tenang. Langit mulai berubah warna mulai dari sedikit oranye, merah muda, lalu muncul cahaya keemasan. Dan di detik itu, semua rasa capek bangun pagi langsung hilang. Matahari muncul perlahan di balik cakrawala, kayak membuka tirai hari baru.

Sunrise di Sanur bukan cuma tentang matahari yang terbit. Tapi tentang suasana yang hadir bersamanya. Orang-orang yang duduk diam, ada yang bawa yoga mat, ada yang lari pagi, ada juga yang kayak kami: cuma duduk, diam, dan menikmati. Nggak ada suara berisik, nggak ada notifikasi, nggak ada drama. Hanya alam dan kita.

Yang bikin pengalaman ini makin sempurna: gorengan! Iya, kamu nggak salah baca. Di dekat Pantai Matahari Terbit, ada beberapa pedagang yang jual gorengan hangat. Bukan sekadar gorengan biasa, tapi yang disajikan dengan bumbu petis yang nagih banget. Saya dan teman-teman langsung beli beberapa: tahu isi, bakwan, dan tempe. Semuanya masih hangat dan kriuk. Pas banget disantap sambil duduk di pasir, lihat matahari naik perlahan.

Bumbu petisnya tuh khas banget rasanya gurih, manis, sedikit asin, dan nendang di lidah. Kalau kamu suka kuliner khas Jawa atau Bali, kamu pasti paham kenapa bumbu petis itu bisa jadi highlight. Bahkan teman saya yang awalnya tidak suka, akhirnya nambah juga. Rasanya nagih dan buat suasana pagi lebih mood on aja.

Di dekat pantai juga ada Pelabuhan Sanur. Dari kejauhan, kapal-kapal kecil mulai bergerak. Beberapa siap berangkat ke Nusa Penida atau Nusa Lembongan. Pemandangan itu justru menambah suasana: hidup tuh terus bergerak, tapi pagi ini, kami dikasih waktu buat diam sebentar.

Oh ya, waktu itu kami ke Sanur di hari kerja, jadi suasananya tidak terlalu ramai. Justru itu yang bikin makin nyaman. Setelah puas menikmati sunrise, kami tidak langsung pulang. Kami jalan kaki keliling sekitar pantai. Ternyata di sepanjang bibir pantai ada beberapa warung kecil yang mulai buka. Mereka jual kopi panas, jajanan ringan, bahkan ada yang udah siap dengan nasi campur Bali.

Kami sempat mampir ke salah satu warung dan duduk sebentar. Sambil ngopi, kami ngobrol ringan sama pemilik warung yang ramah banget. Beliau cerita kalau sunrise di Sanur memang udah jadi langganan banyak orang, tapi tetap punya pesonanya sendiri setiap hari. “Tidak pernah bosen lihat matahari terbit di sini,” katanya sambil tersenyum.

Momen itu rasanya tak terlupakan. Ada ketenangan yang nggak bisa didapat di tempat lain. Suara ombak yang pelan, udara yang bersih, dan tawa teman-teman yang masih terngiang bikin saya ingin kembali ke hari itu. Kami tertawa tanpa beban, ngobrol tentang hal receh, dan semuanya terasa ringan. Kadang bahagia memang sesederhana itu.

Setelah perjalanan itu, saya menyadari bahwa bangun pagi buta di Bali itu sangat worth it untuk melakukan liburan. Karena dengan memulai hari sejak subuh, kita bisa punya banyak waktu dari pagi sampai malam untuk mengeksplor Bali lebih banyak. Sunrise adalah salah satu cara terbaik untuk membuat pikiran kembali segar. Melihat matahari terbit dan hamparan laut yang luas seakan jadi penyegar alami bagi jiwa yang lelah.

Ketika saya melihat banyak orang pagi-pagi menuju Pelabuhan Sanur untuk naik kapal ke Nusa Penida. Melihat itu, saya jadi terinspirasi dan langsung kepikiran untuk pergi ke Nusa Penida keesokan harinya. Sunrise di Sanur seperti jadi awal dari perjalanan yang lebih luas lagi.

Buat kamu yang tertarik merasakan momen ini, tips dari saya: usahakan sudah berada di pantai sebelum jam 5 pagi. Karena momen paling cantik dan cahaya terbaik untuk foto atau video itu terjadi sebelum matahari benar-benar muncul. Selain itu, kalau ingin eksplor lebih banyak, kamu bisa menyusuri garis pantai dari Pantai Matahari Terbit sampai ke Pantai Mertasari. Tapi perlu diingat, jarak tempuhnya lumayan jauh, ya. Meski begitu, kalau dilakukan bersama orang-orang tersayang, perjalanan itu justru terasa menyenangkan. Ada banyak sudut-sudut cantik yang bisa kamu temukan sepanjang jalan, dari kafe kecil, warung lokal, sampai spot duduk menghadap laut yang sepi dan tenang.

Kalau ditanya, worth it nggak sih bangun jam 4.30 pagi cuma buat lihat sunrise?

Saya bakal jawab: 100% WORTH IT.

Bukan cuma karena view-nya yang cantik, tapi karena momen itu ngingetin kita bahwa hal-hal sederhana pun bisa bikin bahagia. Nggak perlu kafe mahal, nggak perlu liburan jauh. Duduk bareng teman, makan gorengan, dan lihat matahari naik, itu udah cukup buat recharge hati dan pikiran.

Sunrise di Sanur bisa jadi salah satu caranya. Kalau kamu lagi capek, lagi gak mood, atau cuma pengen merasa hidup lagi, coba deh datang pagi-pagi ke sini. Bawa teman, atau sendirian pun tidak apa-apa. Karena pagi di Sanur punya cara sendiri buat nenangin hati dan refresh pikiran.

Jadi, jika lain kali kamu mikir dua kali buat bangun pagi, ingat aja cerita dan momen ini. Siapa tahu, kamu juga bakal bilang, “Ternyata worth it, kok”.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *